Kritik Arsitektur Jl. Margonda Raya
Depok
(Batas Juanda – Tugu Jam)
ABSTRAKSI
Rizka Zalza
Oktavina,
Kritik
Arsitektur Pedestrian Jl. Margonda Raya Depok
Jurusan
Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.
Universitas Gunadarma.
Jl. Margonda Raya Depok sebuah kawasan
yang strategis dan merupakan salah satu sentra bisnis di Kota Depok. Jl.
Margonda Raya merupakan jalan utama yang menghubungkan Kota Depok dengan
wilayah lain seperti Bogor. Di jalan ini terdapat beberapa sarana pendidikan
seperti kampus, lembaga kursus, dan sekolah. Jalan ini selalu ramai setiap
waktu dan tidak dipungkiri lagi bahwa jalur pedestriannya memiliki peranan
penting dalam kelangsungan aktivitas di jalan tersebut.
Jalur pedestrian di Jl. Margonda Raya
ini selain digunakan sebagai tempat pejalan kaki, ternyata juga masih disalah
gunakan sebagai lahan parkir dan tempat pedagang kaki lima. Karena hal
tersebut, banyak pejalan kaki yang memilih untuk tidak menggunakan jalur
pedestrian karena dianggap tidak memungkinkan bagi mereka untuk berjalan
disana.
Kritik arsitektur ini bertujuan untuk
mengkaji hubungan antara fungsi sebenarnya dari jalur pedestrian dengan
kenyamanan penggunanya. Dengan menggunakan metode kualitatif berupa survey
langsung ke lapangan, dalam hal ini Jl. Margonda Raya Depok.
Hasil dari penelitian yang dilakukan
dalam kritik ini menunjukkan bahwa jalur pedestrian di Margonda tidak
menunjukkan adanya kesesuaian dari segi fungsi dan kenyamanan bagi pengguna
jalan. Hal ini disebebkan oleh keberadaan aktivitas lain seperti parkir
kendaraan dan pedagang kaki lima di jalur tersebut.
Kata Kunci: Jalur pedestrian, pejalan
kaki, kenyamanan pengguna jalan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Jalur pejalan kaki diperlukan sebagai
komponen penting yang harus disediakan untuk meningkatkan keefektifan mobilitas
warga perkotaan. Saat ini ketersediaan jaringan pejalan kaki yang aman, nyaman,
dan manusiawi di kawasan perkotaan belum dapat memenuhi kebutuhan warga baik
dari segi jumlah maupun standar penyediaannya. Selain itu keterpaduan antar
jalur pejalan kaki dengan tata bangunan, aksesibilias antarlingkungan, dan
sistem transportasi masih belum terwujud.
Jalur pedestrian merupakan salah satu kelengkapan sebuah
kota, yang keberadaannya sangat dibutuhkan oleh warga kota yang bersangkutan
untuk dapat bergerak dengan mudah, aman dan nyaman dari satu tempat ke tempat
lainnya. Untuk sebuah kota seperti Depok ini dimana jumlah kendaraan selalu
bertambah dari tahun ke tahun peran pedestrian menjadi sangat penting. Pada
saat keberadaan pejalan kaki belum mendapat perhatian yang cukup baik dari
pemerintah sudah muncul tuntutan dari para bikers untuk disediakannya
jalur khusus bagi para pengendara sepeda. Hal tersebut dikarenakan saat ini
kesadaran tentang hidup sehat tanpa polusi sedang gencar-gencarnya
dikampanyekan ditengah masyarakat. Kelompok masyarakat yang merespon kampanye
tersebut terutama adalah kelompok pekerja, mulai dari usia muda hingga usia
paruh baya yang mengaplikasikannya dalam bentuk kegiatan bersepeda ke tempat
kerja (bike to work).
Permasalahan yang akan dibahas adalah peran dan fungsi
jalur pedestrian bagi para pejalan kaki. Pada perkembangannya fungsi pedestrian
berkembang tidak saja untuk jalur berjalan kaki tetapi juga untuk
kegiatan-kegiatan yang bersifat rekreatif, seperti duduk-duduk santai menikmati
suasana kota, untuk bersosialisasi dan berkomunikasi antar warganya. Pedestrian
dapat didisain di area pertokoan dimana orang dapat berjalan atau duduk-duduk
di bangku-bangku yang diletakkan di sana menikmati fasade dari pertokoan
disepanjang jalur tersebut. Namun bagi warga Depok, pengembangan fungsi
pedestrian seperti tersebut di atas masih menjadi angan-angan belaka.
1.2
Batasan Masalah
Bahasan pada kritik ini terbatas pada
permasalahan fungsi jalur pedestrian dan kenyamanan penggunanya.
1.3
Rumusan Masalah
Permasalahan
yang menjadi pembahasan dalam kritik arsitektur ini adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
cara
menciptakan suasana yang nyaman pada jalur pedestrian.
2.
Bagaimanakah seharusnya rancangan jalur
pedestrian yang sesuai dengan fungsinya.
1.4
Tujuan
Tujuan dari kritik arsitektur ini yaitu:
1.
Untuk memahami fungsi sebenarnya dari jalur
pedestrian.
2.
Untuk memperoleh wawasan mengenai perancangan
jalur pedestrian yang nyaman dan sesuai kebutuhan pengguna jalan.
1.5
Sistematika Penulisan
Secara garis besar, penulisan apresiasi
budaya ini terdiri dari lima bab, dapat dideskripsikan sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
Menjabarkan tentang latar belakang
permasalahan, maksud dan tujuan, lingkup perancangan, batasan dan asumsi,
metode perancangan dan sistematika laporan.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
Pada bab ini
penulis akan memberi acuan tentang teori – teori yang bersangkutan dengan
permasalahan yang dikaji.
Kajian yang menguraikan pustaka/literatur untuk dapat menjelaskan materi yang
diambil dan di buat dalam rangkuman untuk mempermudah menguraikan sebuah
analisa.
BAB III
ANALISA
PEMBAHASAN
Menganalisa permasalahan yang terjadi di
lapangan selama proses pengamatan dilihat dari segi keuntungan, kerugian,
efisiensi serta cara penyelesaiannya.
BAB IV
KESIMPULAN
Menyimpulkan
hasil pembahasan masalah pengawasan pekerjaan yang telah dibahas pada bab
sebelumnya dan dilengkapi pula dengan saran-saran yang dapat membantu dalam
pelaksanaan proyek tersebut.
1.6
Metode Penulisan
1. Studi Pustaka
Yaitu
mengambil dari beberapa sumber antara lain buku-buku, dan sumber-sumber lain
yang bisa menjawab permasalahan dengan pemecahan yang mendasar.
2. Studi Lapangan
Melakukan studi
di lapangan secara langsung, yang di lakukan dengan mengumpulkan data- data
yang di perlukan untuk penyusunan laporan ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Pedestrian
Jalur pedestrian merupakan daerah yang menarik untuk
kegiatan sosial, perkembangan jiwa dan spiritual, misalnya untuk bernostalgia,
pertemuan mendadak, berekreasi, bertegur sapa dan sebagainya. Istilah pejalan kaki atau pedestrian
berasal dari bahasa Latin pedesterpedestris yaitu orang yang berjalan kaki atau
pejalan kaki.
Jadi jalur pedestrian adalah tempat atau jalur khusus bagi
orang berjalan kaki. Jalur pedestrian pada saat sekarang dapat berupa trotoar,
pavement, sidewalk, pathway, plaza dan mall.
Jalur pedestrian yang baik harus dapat menampungsetiap
kegiatan pejalan kaki dengan
lancar dan aman.
Persyaratan ini perlu
dipertimbangkan
di dalam perancangan
jalur pedestrian. Agar
dapat menyediakan jalur pedestrian
yang dapat menampung
kebutuhan kegiatan-kegiatan tersebut maka perancang perlu mengetahui
kategori perjalanan para pejalan
kaki dan jenis-jenis
titik simpul yang
ada dan menarik bagi pejalan
kaki.
Keberadaan jalur pedestrian tidak hanya
sekedar sebagai pemberi kesan pada sebuah kota, dimana jika jalan-jalan dan
jalur pedestriannya mengesankan maka kota tersebut juga akan mengesankan, namun
juga harus diingat fungsi utamanya yaitu sebagai wadah bagi pejalan kaki untuk
dapat bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan aman,
dan nyaman, tanpa rasa takut baik terhadap sesama pengguna jalur tersebut
maupun terhadap kendaraan ( Pedestrian security dan Pedestrian safety).
Setiap orang harus memilki kesadaran
tentang betapa pentingnya fungsi jalur pedestrian ini bagi setiap warga sebuah
kota, seperti yang tertera di dalam Deklarasi universal tentang Hak Asasi
pejalan kaki dimana hak pejalan kaki mendapat perlindungan dan bahwa kota dan
bentukan lingkungan permukiman yang lain tidak seharusnya menyakitkan atau
mengurangi kenyamanan pejalan kaki. Pedestrian yang jalurnya telah diakomodasi
di hampir seluruh wilayah perkotaan mempunyai keinginan yaitu keamanan dan kenyamanan
dalam berjalan kaki. Pada kenyataannya jalur-jalur pedestrian yang ada sebagian
besar tidak dapat memenuhi keinginan para pejalan kaki tersebut. Hal itu bisa
terjadi karena berbagai sebab seperti ukuran jalur yang terlalu kecil, letaknya
yang terlalu tinggi (20-30 cm dari muka jalan) dan tidak rata, dan yang paling
menyedihkan adalah berubahnya fungsi jalur pedestrian menjadi area pedagang
kaki lima.
2.2 Fasilitas Jalur Pedestrian
Fasilitas
Pejalan kaki dapat dipasang dengan kriteria sebagai berikut :
1) Fasilitas pejalan kaki harus dipasang pada
lokasi-lokasi dimana pemasangan
fasilitas tersebut memberikan manfaat yang maksimal, baik
dad segi keamanan,
kenyamanan ataupun kelancaran perjalanan bagi pemakainya.
2) Tingkat kepadatan pejalan kaki, atau jumlah konflik
dengan kendaraan dan
jumlah kecelakaan harus digunakan sebagai faktor dasar
dalam pemilihan fasilitas
pejalan kaki yang memadai.
3) Pada lokasi-lokasi/kawasan yang terdapat sarana dan
prasarana umum.
4) Fasilitas pejalan kaki dapat ditempatkan disepanjang
jalan atau pada suatu
kawasan yang akan mengakibatkan pertumbuhan pejalan kaki
dan biasanya
diikuti oleh peningkatan arus lalu lintas serta memenuhi
syaratsyarat atau ketentuanketentuan
untuk pembuatan fasilitas tersebut. Tempat-tempat
tersebut antara lain :
- Daerah-daerah industri
- Pusat perbelanjaan
- Pusat perkantoran
- Sekolah
- Terminal bus
- Perumahan
- Pusat hiburan
5) Fasilitas pejalan kaki yang formal terdiri dad
beberapa jenis sebagai berikut :
(1) Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :
a) Trotoar
b) Penyeberangan
(a) jembatan penyeberangan
(b) zebra cross
(c) pelican cross
(d) terowongan
c) Non Trotoar
(2) Pelengkap Jalur Pejalan kaki yang terdiri dari :
a) Lapak tunggu
b) Rambu
c) Marka
d) Lampu lalu lintas
e) Bangunan pelengkap
2.3 Persyaratan Jalur
Pedestrian
Agar pengguna pedestrian lebih leluasa, aman serta nyaman
dalam mengerjakan
aktivitas didalamnya, pedestrian haruslah memenuhi syarat-
syarat dalam perancangannya.
Menurut Iswanto (2003), syarat- syarat rancangan yang harus dimiliki jalur pedestrian
agar terciptanya jalur
pejalan kaki yang baik adalah
sebagai berikut:
1. Kondisi permukaan bidang pedestrian:
- Haruslah kuat, stabil, datar dan
tidak licin.
-
Material
yang
biasanya
digunakan adalah
paving block, batubata,
beton,
batako, batu alam, atau kombinasi-
kombinasi dari
yang telah disebutkan.
2. Kondisi daerah- daerah peristirahatan:
-
Sebaiknya dibuat pada jarak- jarak tertentu dan disesuaikan dengan skala jarak kenyamanan berjalan kaki,
- Biasanya berjarak sekitar
180 meter.
3. Ukuran tanjakan (ramp):
- Ramp dengan kelandaian
di bawah 5% untuk pedestrian umum.
- Ramp dengan kelandaian mencapai 3% penggunaannya lebih praktis.
- Ramp dengan kelandaian 4% sampai dengan 5% harus memiliki jarak sekitar
165 cm.
- Ramp dengan kelandaian
di atas 5% dibutuhkan desain
khusus.
4. Dimensi pedestrian:
Dimensi pedestrian berdasarkan
jumlah arah jalan:
- Lebar minimal sekitar 122 cm
untuk jalan satu arah.
- Lebar minimal sekitar 165 cm
untuk jalan dua arah.
Dimensi
pedestrian berdasarkan kelas jalan:
- Jalan kelas 1, lebar
jalan 20 meter,
lebar pedestrian 7 meter.
- Jalan kelas 2, lebar
jalan 15 meter,
lebar pedestrian 3,5 meter.
- Jalan kelas 3, lebar
jalan 10 meter,
lebar pedestrian 2 meter. Dimensi pedestrian berdasarkan daerah atau
lingkungannya:
- Lingkungan pertokoan, lebar pedestrian
5 meter.
- Lingkungan perkantoran, lebar pedestrian 3,5
meter.
- Lingkungan perumahan. Lebar pedestrian
3 meter.
5. Sistem penerangan dan perlindungan
terhadap sinar matahari:
- Penerangan pada malam hari di sepanjang
jalur pedestrian daya minimal yang digunakan adalah sebesar 75 Watt.
-
Perlindungan
terhadap
sinar
matahari
dapat dilakukan dengan menanam pepohonan peneduh pada jarak
tertentu.
6. Sistem pemeliharaan:
-
Pembersihan pedestrian
dan elemen- elemen didalamnya.
-
Pengangkutan sampah.
-
Penggantian material
dan elemen yang sudah tidak layak
pakai.
-
Penyiraman tanaman.
-
Pemupukan tanaman.
-
Pemangkasan tanaman.
7. Kondisi struktur drainase:
Struktur drainase haruslah memperhatikan arah kemiringan, yang fungsinya
bisa membantu mengalirkan air hujan yang mungkin
dapat menggenang.
8. Kondisi tepi jalan
Tepi jalan disyaratkan
tidak
boleh melebihi
ukuran
tinggi maksimal
satu
langkah kaki, yaitu sekitar
15 cm sampai dengan 16,5 cm.
9. Kondisi daerah persimpangan jalan
Sistem peringatan kepada pengendara dan pengguna pedestrian:
- Perlu dilengkapi signage untuk membantu pengguna pedestrian melakukan
aktivitasnya, seperti menyeberang.
-
Signage, khususnya
tanda- tanda lalulintas sebaiknya dedesain tidak menyilaukan, mudah
dilihat dan diletakkan pada ketinggian
sekitar 2 meter.
Jalur penyeberangan pedestrian:
- Dirancang untuk mempertegas lokasi penyeberangan
pedestrian, yaitu harus mudah dilihat pengendara kendaraan maupun pengguna pedestrian.
- Menggunakan materian bertekstur untuk
melukiskan bentuk dan batas jalur pedestrian.
- Signage yang digunakan sebaiknya berlatar belakang gelap dengan huruf berwarna cerah.
- Ukuran lebar bagian
dalam jalur penyeberangan disarankan sama dengan
ukuran lebar jalur jalan yang
ada didekatnya.
Dinding- dinding pembatas:
- Dinding pembatas dengan tempat duduk sebaiknya mempunyai tinggi sekitar
45
cm sampai dengan 55 cm serta lebar minimal 20 cm untuk dapat duduk santai di atasnya.
- Dinding pembatas yang rendah, yang berukuran antara 66 cm samapai dengan
99
cm, yang dapat dimanfaatkan
untuk bersandar pada posisi
duduk atau untuk duduk di
atasnya.
- Dinding-
dinding yang transparan, seperti bambu/ kayu, pepohonan, semak- semak maupun dinding- dinding semu yang
terbentuk dari batas air sungai,
cakrawala juga bisa dijadikan
sebagai pembatas jalur pedestrian dengan
jalur kendaraan yang masing- masingnya
mempunyai tinggi yang bervariasi.
2.4 Elemen-elemen
jalur pedestrian
Menurut Rubenstein
(1992), elemen– elemen yang harus terdapat pada jalur pedestrian antara lain :
1. Paving, adalah trotoar atau hamparan yang rata. Dalam meletakkan paving, sangat perlu untuk memperhatikan pola, warna, tekstur dan daya serap air. Material paving
meliputi: beton, batu bata, aspal, dan sebagainya.
Gambar 2.1 Paving
sebagai elemen penutup jalan
2. Lampu,
adalah suatu benda
yang digunakan sebagai penerangan di
waktu malam hari. Ada beberapa tipe lampu yang merupakan elemen penting
pada pedestrian (Chearra, 1978), yaitu:
a.
Lampu tingkat rendah, yaitu lampu yang memiliki ketinggian dibawah mata
manusia.
b.
Lampu mall, yaitu lampu yang memiliki ketinggian antara 1- 1,5 meter.
c.
Lampu khusus, yaitu lampu yang mempunyai ketinggian rata-rata 2-3 meter.
d. Lampu
parkir dan lampu
jalan raya, yaitu
lampu yang mempunyai ketinggian antara 3- 5 meter.
e.
Lampu tiang tinggi, yaitu lampu yang mempunyai ketinggian antara 6-10 meter.
Gambar
2.2 Lampu tiang tinggi sebagai elemen yang harus terdapat pada jalur pedestrian
3. Sign atau tanda, merupakan rambu-rambu yang berfungsi untuk
memberikan
suatu tanda, baik itu informasi maupun larangan. Sign haruslah gampang dilihat dengan jarak mata manusia memandang dan gambar harus kontras serta tidak menimbulkan efek
silau.
Gambar 2.3 Sign/
tanda sebagai rambu pagi pengguna jalan
4. Sculpture, merupakan
suatu benda yang memiliki fungsi untuk memberikan suatu identitas ataupun untuk
menarik perhatian mata pengguna jalan.
Gambar 2.4 Sculpture
5. Pagar pembatas,
mempunyai fungsi sebagai pembatas antara
jalur pedestrian dengan jalur kendaraan.
Gambar 2.5 Pagar pembatas sebagai
elemen
yang
harus terdapat pada jalur pedestrian
6. Bangku, mempunyai
fungsi sebagai
tempat
untuk beristirahat
bagi para pengguna jalan.
Gambar 2.6 Bangku taman berfungsi
sebagai tempat menunggu
7. Tanaman peneduh,
mempunyai fungsi sebagai pelindung dan penyejuk area pedestrian. Ciri- ciri
tanaman peneduh yang baik adalah sebagai berikut:
a.
Memiliki ketahanan yang
baik terhadap
pengaruh udara maupun cuaca.
b. Daunnya bermassa banyak dan lebat.
c. Jenis dan bentuk pohon berupa akasia, tanaman tanjung
dan pohon- pohon yang memiliki fungsi
penyejuk lainnya.
Gambar 2.7 Tanaman peneduh
8. Telepon umum, mempunyai
fungsi sebagai sarana untuk pengguna
jalan agar bisa berkomunikasi
jarak jauh terhadap
lawan bicaranya.
Gambar 2.8 Telepon
umum sebagai
elemen pelengkap
pedestrian
9. Kios, shelter,
dan kanopi, keberadaannya
dapat untuk menghidupkan suasana pada jalur pedestrian sehingga tidak biasa dan menimbulkan aura yang tidak biasanya. Berfungsi sebagai tempat
menunggu angkutan dan sebagainya.
Gambar 2.9 Contoh kanopi pada jalur pedestrian
10. Jam, tempat sampah. Jam berfungsi sebagai
petunjuk
waktu.
Sedangkan
tempat sampah berfungsi sebagai sarana untuk
pejalan kaki yang membuang sampah,
agar pedestrian tetap nyaman dan bersih.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Lokasi
Lokasi
Pedestrian Jl. Margonda Raya (Juanda – Tugu Jam). Jl. Margonda Raya merupakan
jalan yang strategis di Kota Depok dimana di jalan tersebut terdapat banyak
tempat bisnis dan pusat perbelanjaan. Di jalan tersebut juga terdapat beberapa
kampus, sekolah serta lembaga kursus. Jl. Margonda Raya saat ini selalu ramai
pagi dan malam. Namun, di jalan ini jumlah ruang terbuka hijaunya masih sedikit.
Bahkan jalan tersebut cenderung gersang. Di beberapa tempat juga masih terdapat
bagian jalan yang terendam genangan air ketika hujan deras.
Gambar
3.1 Jl. Margonda Raya Depok
3.3.
Permasalahan
· Jalur
pedestrian di Jl. Margonda Raya Depok dijadikan lahan parkir bagi sebagian
besar pengendara kendaraan bermotor dikarenakan beberapa ruko tidak memiliki
lahan parkir yang memadai.
Gambar 3.2
Jalur pedestrian yang dijadikan lahan parkir
· Keberadaan
beberapa pedagang kaki lima dan kios kecil yang mengganggu serta mempersempit
bahu jalan.
· Perbaikan yang
tidak merata menyebabkan ketidak konsistenan desain pada jalur pedestrian.
Gambar 3.3 ketidaksamaan desain pada jalur pedestrian
· Terdapat
beberapa kerusakan pada jalur pedestrian yang dapat membahayakan pengguna
jalan.
Gambar 3.4
Kerusakan pada jalur pedestrian
· Jalur
pedestrian ini juga memiliki tinggi yang terlalu jauh perbedaannya dengan
tinggi jalan sehingga menyulitkan beberapa lansia yang melewati jalur tersebut.
Gambar 3.5
Tinggi jalur pedestrian yang tidak sesuai
·
Tidak adanya
fasilitas seperti lampu atau kursi sebagai elemen pelengkap jalur pedestrian.
Gambar 3.6 Tidak adanya fasilitas
pelengkap pedestrian
3.4.
Solusi
Hal yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi permasalahan jalur pedestrian ini adalah dengan meredesain jalur
pedestrian tersebut menjadi sebuah jalur yang nyaman dan berkontribusi dengan
lingkungan, misalnya dengan membuat sebuah jalur pedestrian yang bersifat ramah
lingkungan. Contoh dari jalur pedestrian yang ramah lingkungan adalah Orchard Road
Singapore.
Beberapa hal
yang dapat dilakukan untuk mewujudkan jalur pedestrian ramah lingkungan
diantaranya adalah:
§ Menetapkan
peraturan tegas mengenai larangan parkir di jalur pedestrian
§ Membuat desain
jalur pedestrian yang sama rata di sepanjang Jl. Margonda Raya
§ Memperlebar
jalur pedestrian agar nyaman dilalui
§ Memperbanyak
tanaman peneduh di sepanjang jalur pedestrian
§ Menempatkan
pagar pembatas untuk menciptakan suasana aman bagi pengguna jalan
§ Memberikan
fasilitas tempat sampah supaya kebersihan di sepanjang jalur pedestrian tetap
terjaga
§ Mengatur
ketinggian jalur pedestrian agar nyaman dilalui bagi semua kalangan termasuk
kaum difabel
§ Menempatkan
fasilitas berupa bangku sebagai tempat tunggu dan kanopi untuk menghalau sinar
matahari agar jalur pedestrian menjadi nyaman
Gambar 3.7 Contoh hasil redesain
pedestrian
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dapat diambil
kesimpulan bahwa keberadaan jalur pedestrian di Jl. Margonda Raya Depok
tidak sesuai fungsi dan tidak memenuhi standar kenyamanan bagi pengguna jalan.
Hal tersebut dikarenakan jalur pedestrian di Jl. Margonda Raya dialihfungsikan
sebagai tempat parkir dan berdagang bagi sebagian orang. Selain itu, jalur pedestrian
di Jl. Margonda Raya juga cenderung tidak digunakan sebagai tempat berjalan
kaki karena para pengguna jalan berpikir bahwa suasana di jalur pedestrian
tersebut kurang memadai untuk dilalui.
4.2 Saran
Berdasarkan
kesimpulan diatas, berikut adalah beberapa saran yang baiknya dijadikan
perhatian, diantaranya:
1. Para pengguna jalan hendaknya mampu menempatkan fungsi
jalur pedestrian sebagaimana mestinya. Masyarakat dihimbau agar tidak
menyalahgunakan jalur pedestrian sebagai tempat berdagang bahkan sebagai lahan
parkir, karena jalur pedestrian semestinya hanya digunakan sebagai tempat
berjalan kaki.
2. Hendaknya para
pemerintah juga memberikan peraturan tegas mengenai larangan penyalahgunaan
jalur pedestrian tersebut dan juga himbauan mengenai bagaimana seharusnya
menggunakan jalur pedestrian yang baik dan benar.