Gunadarma University

About Me

My photo
Drawing is my passion! Manga or Archi? I choose both ♥ This blog was made for college-stuffs-posting only, so there's nothing but Architecture stuffs here. Please insert the link as a source if you copy any post from this blog. [Mohon mencantumkan link dari post yang bersangkutan apabila anda menyalin apapun dari blog ini] Thankyou ━━(。・д・)ノ゙━━♪ - キャラメル

Monday, 8 October 2012


mengingat kolonialisme Inggris yang berkuasa memang sengaja membuka selebar-lebarnya arus migrasi dari Sumatra dan Jawa, pertama-tama untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja sebagai akibat masih sedkitnya populasi manusia di kedua negara tersebut.
Bahkan pada akhir abad ke 19, dengan dibukanya perkebunan-perkebunan baru di Sumatra Timur, pemerintah kolonial Belanda mengirim ribuan orang Jawa ke Sumatra untuk diperkerjakan sebagai buruh di perkebunan seperti perkebunan tembakau maupun juga pabrik gula. Ekspor orang Jawa ternyata tidak hanya ke Sumatra Timur tetapi juga ke Suriname, Kaledonia Baru dan juga Vietnam. Pemerintah kolonial Belanda menutupi praktek ekspor manusia ini dengan bungkus program Politik Etis atau Balas Budi yang mereka sebarluaskan akan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Perluasan perkebunan yang sangat cepat, dan berdirinya pabrik pengolahan hasil perkebunan, telah menyebabkan meningkatnya kebutuhan tenaga kerja. Jumlah buruh perkebunan dari Jawa ternyata belum mencukupi sehingga pemerintah kolonial Belanda pada saat yang bersamaan juga mendatangkan tenaga kerja dari Cina. Kehidupan buruh perkebunan sangatlah berat dan menderita disebabkan oleh rendahnya upah dan buruknya kondisi kerja. Bahkan seringkali mereka tidak dibayar karena uang gaji mereka dirampas oleh para mandor, dan kekurangan bahan makanan dan pakaian menjadi pemandangan umum yang dapat dilihat di perkebunan-perkebunan masa itu. Para buruh yang tidak tahan atas beratnya penderitaan banyak yang melarikan diri, namun kemudian mereka akan mendapatkan siksaan yang berat ketika berhasil ditemukan atau ditangkap. Hal ini menjadi legal karena pemerintah kolonial Belanda menerbitkan Koelie Ordonantie yang memberikan hak secara legal kepada para pemilik perkebunan untuk memberikan hukuman kepada para buruhnya yang membangkang atau melawan.
Perempuan Jawa dan Cina pada waktu itu juga banyak yang diperdagangkan, dipaksa menjadi pelacur di wilayah perkebunan dan ada yang menjadi wanita simpanan para mandor dan pegawai perkebunan yang berkebangsaan Belanda. Pemerintah kolonial juga menggunakan migrasi sebagai jalan keluar untuk menyalurkan keresahan sosial sebagai akibat dari penghisapan ekonomi dan tekanan penduduk di banyak daerah pedesaan di Jawa dengan cara memindahkan mereka ke pulau-pulau luar Jawa. Catatan penting pada masa kolonial bahwa migrasi yang berlangsung pada waktu itu sepenuhnya didominasi oleh kebijakan kolonial yang diabdikan untuk kepentingan negeri kolonial Terutama dalam hal pengerahan atau mobilisasi tenaga kerja murah ke tempat-tempat di mana sumber keuntungan kolonial berada, dan pada saat yang bersamaan telah membawa jutaan manusia dari berbagai asal usul etnis dan bangsa ke dalam situasi penderitaan yangsangat berat.



MASA PASCA KOLONIAL

Sekalipun Indonesia telah menjadi sebuah negeri merdeka dan berdiri sendiri semenjak 17 Agustus 1945, namun keadaan ekonomi, politik dan kebudayaan tidak mengalami perubahan secara mendasar. Pada kenyataannya, ekonomi Indonesia masih tetap di bawah dominasi ekonomi kolonial sekalipun tidak secara langsung. Imperialisme (kapitalisme monopoli asing) khususnya Amerika Serikat masih menjadi pihak yang mendominasi Indonesia dalam berbagai aspek khususnya ekonomi. Pada masa Soeharto, Indonesia menjadi sasaran empuk imperialisme asing (AS, Inggris, Jepang) sehingga posisinya tidak lebih sebagai penyedia bahan mentah karena kekayaan alamnya, sumber buruh murah sekaligus pasar yang menggiurkan mengingat penduduknya yang melimpah.
Dampaknya, ekonomi Indonesia tidak berkembang ke arah yang lebih maju dan tidak memiliki dasar-dasar untuk memberikan jaminan bagi kesejahteraan rakyatnya. Karena pembangunan Indonesia sangat tergantung pada modal asing baik berupa bantuan maupun hutang, dan pada saat yang bersamaan sumber kekayaan alam dikuasai perusahaan asing, maka tidak pernah ada upaya untuk membangun industri nasional yang kuat. Negara-negara industri maju tidak pernah mengijinkan tumbuhnya industri yang kuat di Indonesia. Hal itu akan membuat mereka memiliki pesaing dari dalam negeri dan barang-barang produksi mereka tidak akan laku karena Indonesia bisa memproduksi sendiri. Akibatnya kemudian adalah sedikitnya jumlah pabrik yang didirikan dan ini membuat ketidaksanggupan sektor industri membuka lapangan pekerjaan dan menyerap angkatan kerja yang sangat melimpah. Inilah yang membuat mengapa tingkat pengangguran di Indonesia selalu berada di angka yang sangat tinggi.
Demikian pula pembangunan pabrik-pabrik hanya terpusat di beberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan Makasar sehingga mengakibatkan munculnya pola migrasi pertama yang sering dikenal dengan urbanisasi. Laju urbanisasi bertambah parah ketika pengangguran di pedesaan menggelembung dan menjadi tidak terkendali. Namun karena meningkatnya laju urbanisasi tidak disertai dengan kemampuan kota menyerap tenaga kerja maka pengangguran semakin tidak terpecahkan.
Sementara pengusaha-pengusaha besar dalam negeri maupun juga asing semakin aktif dan agresif untuk membuka usaha ekonomi di luar Jawa yang kaya dengan sumber alam dan memiliki jutaan hektar tanah yang masih belum produktif. Maka banyak perusahaan besar tersebut dengan bantuan negara membuka perkebunan-perkebunan besar di luar Jawa terutama untuk ditanami tanaman komoditi ekspor seperti Sawit, Karet, Kakao dan sebagainya. Perkembangan tersebut seperti juga yang terjadi di masa kolonial, telah meningkatkan kebutuhan akan tenaga kerja. Hal inilah yang telah mendorong pemerintah atas persekongkolan dengan para pengusaha, 

No comments:

Post a Comment